Thursday 17 November 2011

NOVEL BERSIRI: After The Rain (6)

Ibnu Din Assingkiri menghirup  anggurnya dengan penuh perasaan.
Ditatapnya pantulan wajah keras dan jujurnya di cermin. Munafik..!  Penghianat..!!
Wajah di cermin itu seperti mengejeknya.

Selamat malam Mr. Always Right!    Selamat...  Bisnesmu berjalan lancar, halal pula.  Wangmu tidak terhitung lagi.  Pulau peribadimu.  Kapal layarmu yang sering mengangkut artis-artis terkenal dalam dan luar negeri.  Anak-anakmu memandu kenderaan mewah... dan semua itu halal. Sepatutnya kau membeli mesin tepuk tangan. Setiap kali berhasil melakukan pekerjaan tekanlah  tombolnya, maka suara tepuk tangan akan melambungkan anganmu, lebih 'high' dari Civetpopo Myc!


Orang mengatakan aku berhati emas. Mahu membesarkan Civetpopo Myc.  Masih mahu mengeluarkan wang yang banyak untuk perawatan Loly Pop. Masih mencintai isteriku! Aku memang selalu mencintainya! Apa pun yang telah dilakukannya, aku tetap mencintainya!

Dirapikannya rambut kelabunya lalu dituangnya lagi anggur itu ke dalam gelas... hmm... sedap..

Aku tidak pernah ada daya untuk membenci isteriku.  Aku, dengan cara yang aneh, mencintainya tidak pernah putus.  Kecuranganku itu cumalah lakonan. Aku tidak pernah meniduri seorang pun dari wanita-wanita yang pernah aku pamerkan di depan mata isteriku.  Isteriku menjadi obses sejak kecurangannya dengan Bard Guardiola kuketahui.  Dia ingin aku membalasnya,  supaya perasaan bersalahnya berkurangan.  Kamu sangat bodoh, sayang!  Aku tidak pernah dapat berhenti mencintaimu...  pun setelah kelahiran Loly Pop ! 


Dan aku harus mencari  Bard Guardiola. Dia penyebab semua kecelakaan dalam keluarga ini!
Mengikatnya di bangku, menyumbat mulut tuanya dengan tapak kasutku yang dilumuri najis babi, lalu memperlihatkan anak-anak kandungnya mati kusiksa perlahan-lahan di depan matanya;  selalu menjadi angan-anganku yang tidak pernah kesampaian! 

Semua orang tahu, dia adalah bisnesman paling jujur. Tidak sudi berurusan dengan segala sesuatu yang haram. Malah pemilik pajak gadai pun kecewa bila berhadapan dengannya! No suapan, No bisnes hitam! 


Mungkin suatu hari kerajaan akan terfikir untuk memberiku anugerah dan icon lelaki urus niaga terbaik 1Malaysia.
Mereka semua belum tahu jika  aku adalah manusia paling munafik di dunia ini.

Ibnu Din Assingkiri menghabiskan anggurnya sampai titis terakhir, lalu dilemparkannya gelas kristal itu ke lantai hingga pecah berkecai! 


Selamat bersenang-lenang dengan barang kirimanku, Civetpopo MycI!!! See u in hell !!! 




Hotel PBKS Emas


Persiapan pembukaan pameran tunggal Muhammad Rois Ronaldi Ibnu Din Assingkiri 

En Peter meneliti Auditorium Hall Hotel dengan ketelitian seorang manager pengurusan yang profesional. Sambil melakukan tugasnya, matanya mencari-cari dengan gelisah.


Jika aku menikahi Comic Comot.. aku akan mencari, siapakah Gunung Semanggol yang sebenarnya.  Akan aku habisi dia, untuk menutup jejak. Tapi kali ini aku harus melaksanakan misi aku dulu... demi Hurul Ain!
Oh Rusie... di manakah kau, saat aku begitu memerlukan seseorang di sisiku? Kelembutanmu pasti akan menenangkanku, sebelum membalaskan dendam untuk adikku ini.

Seorang room boy dilihatnya menumpahkan baki minuman di karpet. En Peter segera menghampirinya.    "Hati-hati... pameran akan dibuka sekejap lagi, ambil vacuum cleaner dan bersihkan kotorannya cepat!"

Room boy itu secepatnya pergi ke bahagian house keeping.  En Peter menghampiri beberapa orang yang tengah mengangkut lukisan-lukisan Rois.

"Hati hati... jangan sampai lukisan itu rosak!"

Lalu walkie talkie di tangannya berbunyi... disusuli suara penyambut tetamu lunak dari meja hadapan.

"Encik Peter, ada pergaduhan kecil di kafetaria... dua orang tetamu mabuk berkelahi!" 

Shit!!!

Segera En Peter bergegas menuju ke kafetaria sambil memanggil ketua bahagian security hotel.

Di koridor, dia bertembung dengan seorang waitress cantik.  Ada sesuatu yang berdetik di kepalanya. 

Rasanya aku pernah mengenalinya. Sangat mengenalinya.
"Hey, tunggu !!!"   panggil En Peter pada gadis itu. Tapi perempuan itu bergegas cepat menjauhinya.  Sewaktu En Peter cuba mengejarnya, walkie talkienya berbunyi lagi.

"Encik Peter.. pergaduhan kian teruk… aduuh... beberapa gelas dan piring pecah dan meja-meja terbalik..."  Suara si lunak kedengaran panik.


Damn... ! Akan aku cari siapa waitress baru itu nanti, setelah insiden kecil ini dibereskan... aku seperti baru melihatnya hari ini? Siapakah dia?
Setengah berlari En Peter menuju ke kafetaria.


Mengapa semua ini terjadi sekarang? Pada saat saat genting ini? shit!!! 




Di Kediaman Ace Hand 

Mama
Aku merasa sangat tidak sedap hati. Perasaan aneh.  Sepertinya satu firasat buruk.  Duh, kenapa suamiku Ibnu Din Assingkiri murung saja di pagi ini.  Comic Comot pula serius saja waktu sarapan tadi. Civetpopo Myc pula masih belum kelihatan batang hidungnya.  Rois pula masih mengunci diri di rumah lukisannya.

Suamiku kelihatannya gelisah.  Aku rasa dia ingin menyerahkan beberapa tugas pejabat pada Popo...  Tapi, isk … Budak ni, kalau mahu ngulur pun janganlah hari ini. Papanya nanti mesti mengamuk kalau hingga tengahari nanti belum dapat bertemu Id.

Lagi pula ayah dan ibuku sudah berjanji untuk datang, memberi sokongan moral kepada cucu kesayangan mereka itu.  Zup Dompas, ayah angkat suamiku juga akan datang.  Mungkin mereka akan berangkat dari rumah masing-masing.

Di luar sana seperti juru make-up peribadiku sudah datang beserta rombongannya. Aku kena bersiap-siap.



Papa
Sial.. ! Ke mana Civetpopo Myc.. ? Buat aku panik saja…!
Jangan nanti isteriku sampai curiga,  bahawa aku ada kena-mengena  dengan ghaibnya anak haram itu!


Qimi 
Gaun Channel memang terkenal dengan kenyamanannya.
Aku malas bawa taslah.

-  Lalu Qimi pun meletakkan tas tangannya di atas meja soleknya... Berettanya ada di dalam tas itu – 


Di Hotel PBKS Emas

En Peter  meraba senjata automatik bersuara senyap itu di dalam sakunya. Ukurannya kecil,  agak berat, pelurunya cuma enam biji… Ironisnya, Comic Comotlah yang mengajarnya menembak dulu, sewaktu masih di US.  Dan kini, kemahirannya itu akan ditunjukkan untuk membunuh Civetpopo Myc?! Kadang kala takdir memiliki selera humor yang aneh !

Masih terngiang suara Ibnu Din Assingkiri pagi tadi sewaktu En Peter menerima panggilan telefon dari pejabatnya.    "Pastikan pameran ini berjalan dengan lancar, dan kau akan dipromosikan menjadi General Manager di Hotel GPMN…"

GM?  Di Hotel Utama Keluarga Ibnu Din Assingkiri! En Peter nyaris saja memeluk meja dek tersangat girangnya. Menjadi seorang GM di Hotel lima bintang milik keluarga terkenal di Malaysia ini wajar sekali untuk dirayakan.

Sekilas En Peter merasa terkilan.  Sepatutnya, orangtuanya turut gembira jika mengetahui hal ini.  Tapi sayangnya, ibunya masih dalam rawatan  secara rutin dan ayahnya semakin payah ditemuinya.

Sejak hari ibu terkena serangan jantung, aku berlaku kejam pada ayah dengan mendiamkan diri, tidak menegurnya.  Hingga kini ayah tidak mahu mengakui perbuatan kejinya itu, tapi sudah terlambat... isteri mudanya yang sedang hamil itu, cukup sebagai bukti!
  
Nasib baik kejadian kecil di kafetaria tadi berhasil aku selesaikan dengan baik. Jangan sampai kesempatanku untuk naik pangkat lenyap hanya gara-gara seorang pemabuk menghancurkan tangga emasku menuju ke puncak. Walaupun aku terpaksa mengopek kocek sendiri untuk berbelanja makan malam dengan seseorang nanti untuk meraikannya. Lagi pula, kocekku akan kembali penuh jika aku dapat menikahi Comic Comot dan kesempatan itu makin terbuka lebar jika aku berhasil menjadi GM di Hotel GPMN.



Sayangnya, waitress tadi tak sempat kucari  hmm … Nanti selesai aku menghabisi Civetpopo Myc, akan kudapatkan dia! Aku sangat ingin melihat wajahnya sekarang… Sayang sekali aku tidak dapat tumpukan perhatian saat ini. Terlalu banyak yang harus aku fikirkan agar kedua tugasku  berhasil dengan jayanya malam ini.


                                                                         *****

Zup Dompas menatap ruangan itu dengan bangga.  Aku fikir cucuku itu cuma berbakat saja di bidang seni… Tidak aku ketahui, aku memiliki keturunan seorang pelukis besar… 


*bangga*

Semoga hari ini, tidak terjadi tragedi  apa pun.  Rois kelihatan sangat gembira. Kuharap, surat ancaman yang ditujukan kepadanya beberapa hari yang lalu hanya gurauan teman-temannya. Tapi aku tetap memberi kepercayaan kepada Comic Comot. Setiap ancaman, apa pun bentuknya, gurauan atau bukan, tetap membuat aku berwaspada. Lagi pula empat surat ancaman dalam waktu sebulan cukup sebagai alasan untuk berjaga-jaga....



                                                                         *****


Gunung Semanggol menyalami Rois dengan ramah… "Selamat ya."     tapi matanya terus mencari-cari susuk Civetpopo Myc di sekeliling ruangan. Mana dia? Sepatutnya sebentar lagi Peter akan menghabisinya senyap-senyap. Tapi pemabuk sial itu belum juga menampakkan batang hidungnya? Damn..!  Menyesal aku tidak menghalangi 'kiriman terakhir' itu . Aku hadir di sini hanya untuk memastikan Civetpopo Myc Ibnu Din Assingkiri mati ditembusi peluru Peter bukan mati over dos!


Well… Kuharap Peter berhasil membunuhnya hari ini…  Saat yang sangat tepat sekali.  Si tua dan cucu sengalnya itu asyik mengawasi Rois gara-gara surat ancaman palsu dariku hahaha…mereka takkan menyedari, siapa sebenarnya yang harus dilindungi malam ini.
Sial…! Ke mana perginya si Popo? Jangan rosakkan rancangan yang telah kususun rapi berminggu minggu ini. Aaahhh !!! 


                                                                           ******

Comic Comot mengamati ruangan itu dengan gembira dan bersemangat. Ternyata koleksi Rois banyak juga. Pameran dibahagikan kepada empat kategori utama.  Amarah, Ceria, Ghairah dan Kepedihan. Setiap kategori terdiri dari beberapa lukisan.  Ternyata abangku itu memang seniman. Dia berhasil memindahkan emosi dan jiwa objek lukisannya dengan sempurna. Aku harus berkonsentrasi untuk menikmati semuanya. Mataku bakal berpesta malam ini.



                                                                              *****



Malam semakin larut. Tetamu datang dan pergi. Beberapa lukisan telah dipasangi tanda sold.  Pameran ini rupanya cukup berhasil. Rois telah menamakannya menyelam tiga hari.  Di tengah ruangan, disorot dengan lampu khas, terdapat lukisan utama pameran ini. Judulnya "Belenggu."  Menggambarkan seorang gadis yang sangat cantik sedang berbaring telanjang tanpa seurat benang pun, rambut panjangnya mengurai sampai menutupi dada. Sementara kakinya menyilang membentuk lekukan pinggul yang sempurna. Modelnya cantik. Tapi yang membuatnya istimewa adalah sorot mata gadis itu yang terasa sekali menyiratkan nafsu, ketidakberdayaan sekaligus rasa lapar.  Patutlah jika pun lukisan tersebut dijadikan 'masterpiece' pameran ini.  Setiap orang yang menatap mengaguminya dan melontarkan pujian yang membahagiakan hati Rois.  Bahkan Ibnu Din Assingkiri sendiri berdiri cukup lama di depannya!

Beberapa wartawan dari media terkenal nampak asyik membuat liputan dan mewawancara orang-orang tertentu yang berkaitan dengan pameran ini.

Pujian untuk Rois mengalir bertalu-talu dari hampir semua hadirin. Ucapan selamat dan karangan bunga terus berkunjungan. Malam itu memang malam buat Rois. Suasana bahagia sangat terasa. Tapi ada beberapa orang yang kelihatan tegang….

Tiba-tiba, suasana dipecahkan oleh teriakan seorang pemuda yang meluru ke arah Rois sambil menghunuskan sebilah pedang samurai!

"Matilah kau pembunuuuhhh.... !!!"

Para pengunjung terkejut.  Beberapa wanita berteriak.  Kejadiannya begitu cepat, sehingga pegawal keselamatan seakan kebingungan. Comic Comot dengan tangkasnya menyelak gaun dan di pahanya terselit belt pisau lemparnya.  Dalam satu gerakan pantas, pisau berkilat itu mendesing menancap tepat di pergelangan kaki pemuda itu... Tapi terlambat... Pemuda itu sudah terlalu dekat dengan Rois, sehingga samurainya sempat menetak bahu Rois.  Darah berciciran dari kedua tubuh itu.  Zup Dompas segera mendekati si  pemuda,  memuntar pergelangan tangannya dan dengan mudah menjatuhkan pedang samurai itu. Lalu menyerahkan tubuh yang sudah pincang itu kepada pengawal keselamatan yang baru termengah-mengah tiba.

En Peter terkejut. Dengan segera dia menghampiri Rois yang terkulai memegang bahunya. Zup Dompas, Comic Comot dan En Peter memapah Rois menuju ke salah satu bilik kosong terdekat.  Karpet basah oleh darah yang berciciran dari bahu kanan Rois.  Ibnu Din Assingkiri dan isterinya tergopoh-gapah masuk.

En Peter merobek kemeja Rois untuk menahan lukanya sementara menunggu kedatangan doktor.  Ambulans sudah pun  dipanggil.  Dan semua yang ada di situ terkejut sewaktu melihat dada Rois.

Mama terus pengsan!

Dada Rois ternyata penuh dengan goresan luka yang kelihatan baru mengering beberapa hari...!
Setelah doktor membawa Rois dan mama pergi ke hospital dengan ambulans, En Peter menyuruh beberapa room boy membersihkan bilik tersebut. 

Beberapa orang dihantar ke ruang pameran untuk membersihkan percikan darah dari ke dua mangsa.  Pemberita segera dikumpulkan di ruang meeting Hotel untuk mencegah publisiti dan liputan-liputan  yang tidak diinginkan keluarga Ibnu Din Assingkiri. Pemuda pengacau tadi diamankan di bilik pejabat En Peter, dijaga ketat oleh beberapa pengawal keselamatan untuk diambil keterangan. Pak Zup melarang En Peter menghubungi polis. Kerana beliau sendiri yang akan menyoal  pemuda itu sebelum polis masuk campur.

En Peter melangkah memasuki ruangan pameran kembali.  Dilihatnya bekas-bekas darah sudah dibersihkan. Comic Comot kelihatan mewakili keluarganya mengumumkan pameran ditutup dahulu untuk hari ini.  Hadirin pun perlahan beransur pulang.


Gunung Semanggol kesal sekali. 

Damn!! Siapa pemuda gila itu? Berani dia mengganggu rancangan aku! Siapa yang telah dibunuh Rois? Ke mana Civetpopo Myc sehingga saat ini masih belum juga terlihat batang hidungnya. Kurang ajar! Habis berantakan..!!


Sementara tetamu dan undangan beranjak pulang, Gunung Semanggol menuju ke suite room, tempat di mana keluarga Ibnu Din Assingkiri berkumpul.
Ruang pameran segera kosong beberapa detik kemudian.
Para tamu dan undangan telah pulang dengan sopan...  Mereka menunjukkan simpati yang mendalam terhadap keluarga Ibnu Din Assingkiri. Para wartawan masih menunggu kenyataan rasmi Ibnu Din Assingkiri yang sedang meeting keluarga disuite room peribadinya.

En Peter berjalan dengan letih. Peristiwa tadi bagai filem lama yang diputar ulang di otaknya.  Ada sesuatu... Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Tapi semuanya terjadi begitu cepat. En Peter berfikir kuat. Dan matanya tertumbuk pada lukisan  masterpiece.  Otaknya tiba-tiba membeku. Mulutnya menganga lebar.  Hatinya menolak kenyataan. Tidak mungkin.... Tidak mungkin.....!!!

Ternyata wanita dalam lukisan masterpiece Rois adalah... Rusie..!!


Pejabat En Peter
Pemuda yang menetak Rois tadi duduk terikat di kerusi.  Zup Dompas menyuruh para pegawai keselamatan berjaga di depan pintu. Dengan selamba Zup Dompas menyalakan cerut.  Lalu menikmatinya sambil menatap pemuda tidak berdaya itu di depannya tanpa berkelip. Tatapannya menyakitkan. Membuat yang ditatap dirayapi rasa dingin pada tulang sumsumnya.

"Siapa namamu,?"

Pemuda itu diam saja...  Mau apa kau si tua, jika aku tidak mahu menjawab?!

Zup Dompas mengangguk-angguk.  Perlahan dia memutar tubuhnya dan menendang meja sangat kuat,  

BRAKKK !!!!     Sehingga pemuda itu nyaris terguling dari kerusi yang terikat dengan tubuhnya.

"Siapa namamu??"   Dan sepucuk pistol tiba-tiba saja telah menempel di dahinya.

"Aku inginkan peguam aku...."  terketar-ketar pemuda itu merengek.  Sebelum ini, tiada seorang pun menyiksanya.  Tapi muncung pistol di dahinya membuat sikap binatangnya berubah 180 darjah.

Zup Dompas menarik kembali senjatanya dari dahi pemuda itu.  Dengan lembut dia mengeluarkan pelurunya.  Perlahan, teratur, satu persatu... Dan hanya meninggalkan sebutir peluru.

"Pernah berjudi anak muda?"  Tanya Zup Dompas sambil menghembuskan asap cerut  mahalnya.

Pemuda itu menggeleng. Jantungnya berdebar-debar . Jangan…  Jangan....

Seperti yang diduga... Muncung pistol itu kembali mengarah pada kepalanya dan 'Tassk'.... Kosong....
Pemuda itu merasakan seluarnya mulai basah. Kakinya gemetar tak terkendali. 

Si tua ini gila!!!

Masih muncung pistol itu mengarah kepada pemuda itu. Kali ini tepat di jantung !
Pemuda itu memejamkan matanya.  Doa…  Doa mulai dipanjatkan.  Seluarnya makin basah sekarang. Bunyi kaki kerusi berdetak-detak di lantai bersamaan dengan irama kakinya yang gementar hebat kerana ketakutan.

"No....No...No.... tidak  di jantung...  Mati cepat tidak hebat, anak muda..."

Kali ini pemuda itu terus panik sewaktu muncung pistol mengarah ke kelangkangnya. Keringat dingin mulai muncul di wajahnya. Zup Dompas memicingkan matanya. Lalu menarik pelatuk itu untuk yang kedua kalinya....


'Tassskk'
Kali ini pemuda itu tidak mahu membuang buang waktu...  Dia segera berteriak...  "Tolong....TOLONG....TOOLONGGGGGGGGGG..."

Zup Dompas terkekeh geli.

"Tadi kau begitu gagah sewaktu menetak cucuku, sekarang lihatlah dirimu..... "

"TOOLOOOOOOOOOOOOOONG..."

Buggg.... Rahang pemuda itu dihentam dengan gagang pistol.

"Jangan manja, anak muda...  Aku tidak suka pondan!!!"

Kerusi itu terus terguling.... Kali ini pemuda itu terus teresak-esak tanpa malu lagi.  Dia sedar, tidak akan ada yang boleh menolongnya saat ini.

Terlihat sesuatu berkilat-kilat di tangan Zup Dompas.  Pemuda itu tertegun.  Tekaknya terasa kering kerontang.  Sebuah pedang.... no way !!! Samuraiku !!!

Pemuda itu memejamkan mata. Shitt….  Aku harus berurusan dengan si tua gila ini...!!! 

Sreeeekkk!!!   Samurai tajam itu lantas membebaskan ikatannya…..

"Aku tidak suka menang di atas orang tidak berdaya.... Ayuh, anak muda… Kita berkelahi secara jantan. Satu lawan satu. Kita sama-sama pincang... hahaha…  Aku memang tua, tapi aku rasa kedudukan kita boleh disebut seimbang....!"

Setelah terbebas dari ikatannya, pemuda itu terus menggerak-gerakkan kaki dan tangannya yang terasa kebas.  Zup Dompas terkekeh sambil menghisap cerut Cubanya. Kaki lawannya itu masih berdarah.


Ini kesempatanku.. Setelah si tua itu lengah, aku mesti lari.... 

Tanpa membuang waktu lagi, pemuda itu terus melompat ke arah pintu, membukanya secepat kilat.... Dan sebuah tinju mengenai mukanya sehingga  dia terkangkang masuk kembali. Terbaring menelentang sambil memegangi hidungnya yang berdarah.

Salah seorang pengawal hotel tersenyum sambil mengusap-ngusap jambulnya. Zup Dompas menunjukkan ibu jarinya, sebelum pintu itu ditutup dari luar.

Kali ini yang dapat hanyalah keajaiban yang dapat menyelamatkan nyawaku

Mata Zup Dompas berkilat-kilat nakal sambil terus mengawasi mangsanya tanpa berkelip.  Sayangnya, acara itu terpaksa berhenti oleh kedatangan En Peter.  Dengan hormat, En Peter berkata perlahan kepada Zup Dompas.

"Entah siapa yang melapor,  Tuan.  Di luar ada beberapa orang polis meminta keterangan tentang kejadian tadi...  Saya takut,  Comic Comot...."

Zup Dompas tersenyum... Tangannya terangkat untuk mencegah En Peter melanjutkan kata-katanya. 

"Biar aku yang bercakap pada mereka. Kau jaga tikus kecil ini untuk aku, Peter.  Jangan terus dibunuh...  Aku ingin menguliti kulit kepalanya dalam keadaan hidup-hidup kerana begitu berani melukai cucuku di depan mata kepala aku!!!"    Lalu asap cerut itu menebal di depan muka pemuda tadi yang keringatnya makin meluncur laju.

En Peter menyimpan senyumnya. Zup Dompas memang aneh.  Sungguh sial orang yang terpaksa berhadapan sebagai musuhnya. Selepas saja Zup Dompas menghilang di balik pintu. Pemuda itu segera berjalan dengan lututnya memohon....

"Tolong aku Peter.... Kau kan pernah berhutang budi pada aku dulu...  Keluarkan aku dari sini. Neraka seperti lebih nyaman daripada harus menghabiskan lima minit lagi bersama si tua gila itu!"

En Peter tersenyum...  Senyum yang lebih merbahaya daripada tindakan Zup Dompas tadi.

"Di mana Rusie, Epol Liklau?"


Di Ruang meeting Hotel PBKS Emas

Para wartawan sibuk berasak...  Kesemua mereka lapan orang, dari lima media yang berbeza. En Peter mengarah room boy agar makanan dan minuman ringan disediakan percuma untuk mereka selama menunggu.
Lalu masuklah Ibnu Din Assingkiri diikuti seorang lelaki berkot putih dan seorang pemuda lusuh yang salah satu pergelangan kakinya dicatut pisau Comic Comot.

Mereka bertiga duduk di meja yang telah disiapkan.  Lapan wartawan itu menanti dengan tidak sabar. Lalu dimulailah segala kemusykilan dan persoalan;  Satu jam kemudian, lapan wartawan itu pulang dengan membawa berita yang telah diatur sedemikian rupa;

Rois diserang peminat fanatiknya.
Penyerang itu sebenarnya tengah 'mabuk' .
Insiden itu telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Keluarga Ibnu Din Assingkiri tidak berdendam kerana Rois cuma luka ringan... Penyerangnya tidak menuntut apa-apa ganti rugi kepada Comic Comot Ibnu Din Assingkiri yang telah melukai kakinya kerana pembiayaan pengubatan ditanggung penuh oleh keluarga Ibnu Din Assingkiri.

Di pintu ke luar, lapan orang wartawan itu mendapat undangan makan malam bersama Rois bulan depan di Hotel GPMN.  Masing-masing membawa pulang  anvelope berisi voucher penginapan percuma di Hotel PBKS Emas minggu depan, dan tanda terima kasih berupa wang tunai berjumlah lima ratus ringgit di dalam anvelope yang berlainan.



En Peter
Mungkin atau barangkali Civetpopo Myc punya jin penjaga nyawa ataukah dia cuma bajingan yang bertuah. Sudah dua kali percubaan membunuh terhadap dirinya gagal. 

Aku dapat meneka bahawa pemuda yang menyerang Rois tadi adalah Epol Liklau sewaktu menayang ulang CCTV di Auditorium Hotel. Gambarnya tidak begitu jelas. Tapi rakaman kejadian itu memperlihatkan tangan si penyerang menunjuk ke arah lukisan Masterpice Rois sebelum dia berteriak,  "Matilah kau, pembunuh!"    Dan sewaktu aku tau Rusie adalah model lukisan tersebut, mudah saja bagi aku untuk menduga si penyerang adalah Epol Liklau.  Bukankah dia berterusan menempeli Rusie seperti lintah... Dia pasti ingin membalas dendam!

Lalu aku menelefon polis,  supaya dapat berkesempatan untuk menemu bual Epol Liklau tanpa diganggu Zup Dompas.  Ternyata Rusie telah meninggal!  Rois membunuhnya sebagai korban lukisan kebanggaannya...  Aku terpaksa menekan emosiku sehingga ke titik terendah.  Ini adalah cerita versi Epol Liklau.  Akan aku cari kejadian yang sebenarnya.

Jika diingat kembali goresan parut kasar yang masih baru  di dada  Rois, tidak susah menuduh kalau dia adalah seniman lunatic yang menggunakan darah sebagai campuran cat untuk lukisannya. Patutlah lukisannya terasakan  'bernyawa'.
Aku telah menghidu Masterpiece itu dan mendapati bau zat kimia yang agak tajam.  Rois pasti menggunakan zat itu untuk menutupi bau hamis darah yang dipakainya.

Damn..!!!  
Shit...!!! 
Bustard...!!! 

Kenapa harus Rusie? 
Dari Epol Liklau aku berhasil mengorek beberapa cerita; Rusie pertama kali bertemu Rois pada hari jadi Ibnu Din Assingkiri hampir dua tahun lalu, di mana saat insiden Comic Comot dan Hasma Maymeng terjadi. Civetpopo Myc yang mengundang Rusie dan Epol Liklau datang.

Civetpopo Myc mengenalkan Rusie pada Rois.  Rois, seperti semua lelaki normal lain yang pernah bertemu dengan Rusie, terus jatuh cinta. Bukan ingin menjadikan gadis lembut itu sebagai kekasihnya, tetapi sebagai model lukisan utamanya ! Sebagai korbannya !  

Andainya aku tahu kejadian itu. Akan aku lakukan apa saja agar Rusie terhindar dari tragedi mengerikan ini. 

Sejak itu, menurut Epol Liklau, Rusie sering datang ke rumah keluarga Ibnu Din Assingkiri untuk dilukis. Dia polos dan baik. Aku hairan dia turut mahu dilukis dalam keadaan telanjang!  Sama sekali tidak seperti Rusie yang pernah aku kenal.

Aku merasakan banyak kepingan yang hilang dari cerita ini. Aku harus tahu semuanya.  Aku harus membalas kematian Rusie...  Damn, dengan senjata automatik di tangan aku,  aku takut tidak sanggup menguasai diri jika bertemu Rois atau Civetpopo Myc nanti.


                                                                     *****