Thursday 17 November 2011

NOVEL BERSIRI : After The Rain (2)

... Sambungan...


Beberapa minggu kemudian.


Sejak peristiwa pengembalian hadiah dari Hasma Maymeng, aku menjauhinya.  Aku ingin menatap kembali hidupku. Kata-katanya membuatku tersedar.  Ada sebahagian dari diriku yang memberontak dengan kenyataan yang tengah kuhadapi.  Apakah aku mencintainya?  Rasanya setelah cukup lama menyepi dan menghindar, aku dapat lebih jujur dengan hatiku.  Aku tidak mencintai Hasma Maymeng.  Aku cuma merasa nyaman bila didekatinya.  Aku cuma kesepian.


Salahkah aku jika ingin diperhatikan?  Rasanya mama yang seharusnya menjadi orang terdekat denganku terlalu sibuk, dengan kesibukannya menjadi mata-mata papa yang asyik dirasakannya berlari dari dakapan satu wanita ke pelukan wanita lainnya.  Mama tidak pernah ingin peduli dengan semua keadaanku, keinginanku.  Mama takkan mengerti tentang kegelisahanku.  Mama tidak punya waktu.  Sehinggakan untuk sekadar memmerhatikan perubahan gayaku, pun tidak.   Apakah aku begitu tidak bererti sebagai anak kandungnya  -  hingga mama menutup mata?  Ataukah dia belum menyedari 'sakit'ku ini?   Aku bertekad untuk membuka zon perang di rumah ini.  Kalau perlu biar papa pun sedar,  aku tidak akan diam saja menghadapi semua ini!

 Semakin memikirkan rangcanganku,  semakin aku senang.  Terbayang bagaimana wajah mereka kalau mengetahui aku...............  hahahahaha

Mungkin aku akan dipelempang  papa, aku tidak peduli.  Asalkan mereka mau menoleh sebentar saja padaku, aku rela didera!

Kutatap belakang Hasma Maymeng yang bertelanjang memikat.  Dia tengah terlelap.  Di dahinya berjuntai bebas sebahagian rambutnya bagai membingkai wajah indah itu.  Kunikmati pemandangan indah itu dengan tenang.  Seakan ini saat terakhir aku bersamanya.

Suara deringan halus dari handphoneku menyentakku untuk kembali kedunia nyata.  Dari nombor  tak dikenali;

"Hallo,"  alisku naik setengah cm

"Hotel  PBKS Emas, kamar 385... "   terdengar desisan di seberang sana

"Apa?"  tanyaku tak mengerti

"Kau akan suka melihat pemandangan di bilik 385..."     lalu tut....tut...tut....    sambungan terputus.

 Aku tersentak.  Entah siapa itu.  Aku tidak perduli.  Perlahan kukucup kening Hasma Maymeng,  lalu dengan tergesa-gesa  aku menukar  pakaian. Rasa ingin tahuku tak terbendung lagi.  Segera kupacu kereta ke Hotel PBKSi Emas.  Hotel milik keluargaku.

Penyambut tetamu tersenyum hormat kepadaku.  Dengan tidak sabar aku masuk ke belakang meja utama.  Dengan kasar kuselusuri monitor komputer register.  Si penyambut tetamu terlihat gelisah.  Sementara mataku terus mencari dan mencari, tapi tak berhasil mendapatkan apa-apa dari situ.

Akhirnya dengan putus asa aku terpaksa mencari  En Peter Pengurus Perhubungan hotel kami.

Beberapa minit kemudian kami telah duduk berhadapan di cafe hotel yang mungil dan nyaman.  En Peter terlihat gelisah;  sepertinya matanya tidak berani menatap balik ke arahku waktu kutanyai dia tentang penyewa bilik 385.

Melihatnya masih tetap bungkam, dengan geram kuhentak meja,  "Berikan master keynya, bang Peter...   aku tidak main main!" 

"Tapi CC..."

"Alaaah... tak ada tapi tapi... berikan saja master keynya!" 

En Peter nampak gugup.  Semakin aku curiga, sewaktu selintas kulihat wajahnya berubah rupa menjadi lapang.


Aku merasa En Peter cuma melewat-lewatkan  waktuku.  Kerana kami kena kembali ke ruang kerjanya dan dia terlihat pura-pura sibuk mencari-cari kunci  itu di lacinya.  Suatu kebohongan yang amat jelas terbaca.  Mana mungkin seorang Pengurus Perhubungan Hotel meninggalkan master key?  Benda itu adalah nyawa keduanya, apalagi dengan kesan seakan-akan benda itu hilang terselit entah di mana. Setengah jam kemudian, barulah kami menuju ke tingkat tiga.  Berdebar-debar aku berjalan di belakang En Peter.  Dia terlihat resah.  Saat pintu dibuka, aku tercengang....!

Bilik  itu kosong dan bersih.  Seakan tidak pernah disentuh sejak dari semalam!

Dengan marah kupacu keretaku kembali ke apartment Hasma Maymeng. Aku menyelinap masuk dengan sesedikit mungkin bunyian...  tapi  susuk tubuh kekasihku yang tengah berdiri di sisi meja tamu membekukan langkahku.

 "Dari mana CC?" 

"Aku keluar sekejap ambil angin,"   jawabku acuh sambil berjalan menuju ke bilik.

Hasma Maymeng diam saja.  Otakku masih kusut, teka teki yang belum dapat dipecahkan, dan semua itu sangat mengganggu!  Siapa yang tinggal di bilik 385 tadi?  Dan jelas sekali  En Peter turut berperanan dalam lakonan lawak di kesiangan ini.  Kelihatannya En Peter menutupi sesuatu sehingga aku yakin papa dan teman wanitanyalah yang berusaha dilindungi oleh En Peter.

Kepalaku berdenyut-denyut.  Ngilu sekali.  Dan tiba-tiba aku mendapat idea.  Jika benar papa aku masih boleh membuktikannya sekarang. Segera kuraih kunci keretaku meninggalkan Hasma Maymeng yang terbengong  menatap  pemergianku dengan secangkir teh hangat kesukaanku di tangannya.

Aku memandu dengan gila gila sekali. Dua kali aku melanggar lampu merah, tapi aku tidak peduli. Mataku bagai ditutupi kabut kemarahan.  Dalam waktu dua pulih lima minit,  aku sudah tiba di rumah.  Rumahku terlihat angkuh dan gelap. Satu-satunya tempat yang masih terang adalah rumah kecil itu  –  ruang melukis -  abangku Rois.  Segera aku menuju ke bilik orangtuaku dan mengetuk pintunya kuat sekali.


Terdengar bunyi anak kunci diputar. Wajah mama nampak mengantuk bercampur terkejut. Di belakangnya, kulihat tubuh papa tergolek pulas di balik selimut. Aku tercengang!

" Ada apa CC?"    Sembur mama, marah waktu melihatku mengerut.

" Papa.. .papa…."   cuma itu yang sanggup aku katakan.

Detik berikutnya kata-kata  mama bagai dentuman  yang menghentam kepala dan egoku.

" Papa sakit, dari pukul sembilan malam tadi papa sudah berehat  di sini sama mama."

Dan yang kuingat setelah itu hanyalah aku bagai terbang berlari ke bilikku dipenuhi rasa malu dan berdosa.



Beberapa hari kemudian...


Harijadi Papa

Mama membuat pesta yang ber'kelas' di kebun dekat kolam renang kami yang anggun.  Sepuluh ribu lilin beraneka warna menghiasi tempat-tempat strategik di situ.  Entah berapa banyak kuntum bunga lily kesukaan mama tersebar di sepanjang tangga rumah kami yang artistik. Rois menyumbangkan beberapa idea kreatifnya yang brilliant. Mama nampak begitu bahagia, dapat mempamerkan berlian Afrika Selatannya yang baru di depan tetamu yang datang.

Bahu-bahu yang bertelanjang mulus bermundar-mandir. Perfume mahal menyatu dengan aroma masakan yang mengundang selera.  Di belakang kolam, rumah seni kebanggaan Rois lenyap  -  di'tutupi' sementara sampai pesta usai.     "merosak pemandangan,"    begitulah kata mama.

Aku tercengang menatap Civetpopo Myc yang nampak memikat dengan kemeja suteranya.   Di tangannya tergenggam gelas kristal  berisi champagne.  Di sisinya bersandar manja seorang gadis ramping dan tinggi.  Rasanya wajah gadis itu tidak begitu asing, tapi aku tidak mahu ambil tahu.  Kuraih sekuntum lily segar dan membawanya kebilikku.  Di sana sudah menunggu Hasm Maymeng yang nampak anggun dengan gaun malamnya yang berpotongan sederhana.

Kuletak  sebotol anggur mahal di meja kecil bilikku, dengan cepat kubuka tutupnya menuang isi botol dengan cermat ke dalam dua gelas kristal untuk kami berdua.  Kuatur lampu agar tidak terlalu terang.  Hasma Maymeng berbaring sambil tersenyum menggoda di ranjang.  Masih berpakaian lengkap hingga ke  kaki.  Tangannya memegang remote control dan memasangkan dentingan Kitaro   -   Never Let  You go.   Suasana bilikku sudah hampir sempurna.  Aku berusaha untuk tidak tergoda pada Hasma Maymeng.  Aku tak pernah melakukan  maksiat di bilikku sendiri.  Dan tak ingin...!

Tapi Hasma Maymeng berbeza. Dengan sensual diteguk minumannya, lalu bangkit dan memeluk leherku.  Sedetik kemudian, entah siapa yang memulai bibir kami telah berpautan, perlahan dan lembut hingga panas bergelora.

Aku nyaris tersedak waktu menyedari Hasma Maymeng telah menanggalkan pakaian kot resmiku,  lalu menurunkan seluar panjangku dan aku cuba menahan sehabis dayaku namun Hasma Maymeng menarikku ke  ranjang.  Berlabuhnya tubuh kami berdua dalam pautan bibir kami entah berapa lama sewaktu pintu bilikku terbuka lebar dan suara mama menggelegar mengejutkan kami berdua;

 "Comic Comot....!!!"    Lalu mama terjelepuk.  Pengsan




Sebuah dialoq dengan diri

Namaku Comic Comot.
Comic Comot Ibnu Din Assingkiri yang tepatnya.
Ayahku anak angkat seorang usahawan terkemuka di Malaysia.
Ibuku Tee No-e seorang perempuan yang cantik, kacukan Cina, Portugis, Jerman.
Aku anak ketiga. Abangku dua orang Civetpopo Myc dan Muhammad Rois Rinaldi.  Adikku meninggal sewaktu berumur lima bulan kerana kelainan pada jantungnya.

Aku terlahir sebagai seorang gadis, tetapi membesar seperti kanak-kanak lelaki.  Mulai dari cara berpakaian, sikap sampai ke naluri sexku turut berubah. Mengapa aku mengalami krisis keperibadian seperti ini? Tanya pada kedua orangtuaku.
Merekalah pemacunya
Merekalah yangg membuatku seperti ini.

Jauh di lubuk hatiku, aku masih menyukai lelaki. Terutama yang seperti abangku Civetpopo Myc.  Tapi, demi mendapatkan segulir perhatian dari mama, aku bermain gila dengan seorang gadis,  malah nyaris tinggal serumah dengannya.  Setelah insiden mama menangkap aku dan Hasma Maymeng bergumul di ranjang bilikku,  aku pun terasa puas kerana tujuanku tercapai.  Akhirnya mama memang memmerhatikan aku dengan sebenarnya.  Akhirnya keluargaku sering pulang ke rumah untuk berkumpul.  Akhirnya papa banyak meluangkan waktu untuk kami anak-anaknya.
Seharusnya aku puas...
.
.
.
.
Tapi mengapa hatiku merasa hampa?



Mama

Aku terbaring di katilku yang nyaman.  Seluruh isi bilikku ini dipenuhi barang-barang mewah dari berbagai negara.  Separuh dinding rumahku dipenuhi oleh lukisan-lukisan terkenal koleksi peribadi keluargaku.  Hidupku bergelimang kemilau.  Suamiku, walaupun aku tahu di luar banyak  bermain perempuan muda,  tapi paling tidak dia masih pulang ke rumah.

Baru saja aku tersedar dari pengsan setelah melihat  Comic Comot  -  masih sedih  -   my little sweet  Comic Comot sedang beradegan tidak senonoh  dengan seorang gadis..!!

Banyak temanku yang iri padaku.  Suamiku terkenal.  Anak-anak  berpendidikan tinggi, sihat dan baik-baik.  Mereka bertiga berjaya di bidang masing-masing.  Civetpopo Myc seorang pemuda kacak yang punyai minat yang sama dengan suamiku.  Rois seniman berbakat.   Comic Comot, gadis kecilku yang baik dan penurut.   Dia seperti dikurniai sentuhan ajaib!  Apapun yang dikerjakannya selalu menjadi.   She's smart.  Memang agak sedikit tomboy, dulu aku kira Comic Comot cuma tomboy. 

Tapi dengan kejadian tadi,  aku tak yakin mereka  -  teman-temanku -   masih ingin menjadi temanku.

*membersit hidung*

Seandainya penelefon misteri  tadi tidak memberitahuku  supaya menyelinap ke bilik Comic Comot, mungkin sampai saat ini aku masih menganggapnya sebagai  Comic Comotku yang normal dan lugu.  Patutlah, kelakuannya seperti lelaki.  Ternyata dia memang 'sakit'.
Jika Comic Comot hamil di luar nikah, aku takkan seterkejut  tadi...  gila...  dunia semakin gila....!

Hari ini seharusnya menjadi hari yang baik. Entah pesta di bawah sudah usai atau belum.  Aku tak ingin tahu.  Aku takut.  Takut diperkatakan. Takut dikasihani.  Takut menatap mata kedua anakku yang lain.  Mereka seperti menyalahkan aku.  Dan yang terutama, takut kalau suamiku akhirnya kecewa dan pergi meninggalkan kami.  Meninggalkan aku.
Ibnu Din Assingkiri, suamiku itu memang diam saja.  Tapi aku tau, cepat atau lambat dia pasti akan berbuat sesuatu.

CC.. CC… CC…....  apa yang membuatmu jadi seperti ini?  Apa yang dapat mama lakukan untuk menebus kesalahan mama?  Apa yang ingin kau cuba buktikan pada mama CC?

Apa yang kau cari sayang? 

*terisak perih*

 [Flashback Tee No-e]
Saat itu aku menginjak usia remaja.  Kekuasaan adalah biang keladi turunnya nilai-nilai moral di rumahku.  Aku anak tunggal.  Maka semua yang aku inginkan selalu aku dapat.

Masih aku ingat jelas, ibuku  wanita sederhana yang lugu berubah jadi ibu ‘sanggul’ sejak ayah berkuasa.  Ibu sanggul?  Ah.. saja aku berikan namanya. Yang asyik bersanggul ke hulu ke hilir memintal rambut setiap kali keluar buat kerja amal, kononnya.  Atau bertamu sosial sesama isteri-isteri pembesar negara.  Perbezaan gaya hidup yang bercorak membuat ayah, ibu dan aku gelisah.  Kami kehilangan jati diri.  Aku tidak selesa kalau ke mana-mana tanpa duit saku yang banyak.  Ayah juga tidak selesa kalau keluar tanpa kereta syarikatnya yang mewah,  dan ibu jadi tidak selesa kalau rambutnya tidak bersanggul sebesar baldi. 

Lalu aku bertemu Bard Guardiola.  Kami pun berpacaran.  Berakhir dengan hamilnya aku dan ghaibnya Bard Guardiola.
Ayahku murka! Ibuku kena serangan jantung.  Kami saling menyalahkan.  Tiba tiba saja kami bertiga jadi orang yang asing antara satu sama lain.  Tiba-tiba saja harta dan kekayaan memperdalam jurang di antara kami bertiga. 

Lalu aku pun di sembunyikan di Jerman di tempat keluarga ayah, satu-satunya manusia yang tau aib ini selain keluarga kami dan Bard Guardiola , bajingan tampan yang pengecut itu!  Di Jerman, aku dinikahkan dengan anak angkat teman ayah.  Semuanya demi untuk menutupi aib keluarga kerana ternyata kandunganku membahayakan nyawaku jika digugurkan.

Pernikahan kami luar biasa meriah.  Para tetamu semuanya terkenal.  Dari boss pejabat, duta-duta besar, atlit terkenal, artis, sampai para pelawak turut memeriahkannya.

Anehnya, aku mencintai suamiku sejak pandangan pertama.  Padahal dia tidak sekacak dan sehangat Bard Guardiola.

Ibnu Din Assingkiri seorang pekerja yang rajin, dia memiliki jati diri yang kuat.  Saat keluargaku  berunding dengan keluarganya untuk menikahi aku,  pendiriannya membuat aku terpesona. Dia melakukan itu bukannya saja-saja atau suka-suki, atau kesihan.   Dia rela, dia jujur.  Bukan demi masa depanku atau anak yang tengah kukandung, tapi demi kariernya, kerja kerasnya.  Ayahku setuju.  Mereka bersepakat berbuat janji. Setelah Civetpopo Myc lahir, kami pun kembali ke tanah air.

Setahun kemudian lahirlah Muhammad Rois Ronaldi.  Dia dan Popo sangat rapat.  Aku gembira sekali.  Dan bertambah gembira lagi sewaktu mendapati suamiku tidak membeza-bezakan mereka.  Lalu setahun kemudian Comic comot menyusul ke dunia.  Sungguh aku tidak menyangka kalau masih boleh aku di kurniakan begitu banyak harapan.

Sesuai janji ayah,  Ibnu Din Assingkiri memperoleh modal besar dan kedudukan empuk di tempat paling  nyaman di negeri ini.  Dengan keperibadiannya yang tidak suka rasuah, rajin, jujur dan tekun,  Ibnu Din Assingkiri memperoleh kejayaan  dengan cara yang jauh berbeza dari ayahku. Wang kami halal. Tidak sekotor wang ayahku dulu.  Aku sangat sentosa.  Anak-anakku turut bahagia.  Suamiku mencintaiku dengan tulus  -  mudah saja bagi Ibnu Din Assingkiri untuk mencintaiku.  Aku punya tiga modal asas yang kuat sebagai seorang wanita :   kecantikan, keindahan tubuh yang terjaga dengan baik dan kekuasaan ayah.

Lalu kemelut itu datang.

Bard Guardiola kembali!  Dan bodohnya, aku pun terbius.  Kami main gila di belakang suamiku.  Setiap kali suamiku out station ke luar negara,  Bard Guardiola dan aku pun menyulam bahagia.  Aku memang lemah. Bard Guardiola  adalah cinta pertamaku.  Dia tampan dan pandai merayu, sungguh romantis.  Saat itu, walaupun suamiku sangat mencintaiku, tapi dia selalu sibuk.  Aku sering sendirian . Aku pun mulai bermain api.  Sehingga aku hamil, anak Bard Guardiola lagi.

Ibnu Din Assingkiri tidak tau menahu soal ini. Dia begitu sibuk dan terkenal. Dia selalu berpikiran positif pada semua orang, terutama padaku.  Padahal aku jelas mencoreng arang di wajahnya untuk yang kedua kalinya!

Lalu lahirlah Loly Pop.  Gadis yang cantik.  Wajahnya seperti Civetpopo Myc, menuruti  wajah ayah mereka.  Tapi Ibnu Din Assingkiri masih belum mencurigaiku.

Menginjak usia lima bulan, Loly Pop memperlihatkan tanda-tanda kelemahan mentalnya.  Ya, anak bongsuku terlahir  cacat, dungu! Kepalanya  membesar, matanya kosong, reaksinya terlalu lambat.  Aku dan Ibnu Din Assingkiri membuat rawatan pakar ke atas Loly Pop. Dari situlah aibku ini terbongkar. Ternyata Loly Pop menuruni  sejarah kelemahan kesihatan keluarga Bard Guardiola!   Aku baru teringat sejarah keluarga Bard Guardiola. Bapa saudaranya dan salah seorang adik Bard Guardiola juga cacat, dungu.

Dari pemeriksaan darah dan DNA, Ibnu Din Assingkiri mengetahui dengan jitu Loly Pop adalah bukan darah dagingnya. 

Dia mengamuk!

"Aku dapat menerima waktu kau datang membawa Civetpopo Myc di dalam kandunganmu dulu. Tapi Loly Pop? dia lahir setelah pernikahan kita! Kenapa kau sanggup melakukan semua ini? Aku selama ini terlalu setia padamu, sayang.  Tapi kau ... kaauuuu..."   Suamiku tidak sanggup meneruskan kata-katanya lagi.  Dan aku cuma mampu menangis.  Takut dan kesal yang sia-sia.

Setelah kejadian itu, Ibnu Din Assingkiri berjanji tidak akan menceraikan aku  - demi ketiga anak kami yang lain -   tapi  Loly Pop harus disingkirkan jauh-jauh.

"Berikan saja anak itu pada ayah kandungnya! Lelaki tidak bermoral itu cuma tau membuat anak, tidak tau bertanggungjawab.  Keterlaluan kalau  dia fikir aku akan menjaga dan membesarkan anaknya yang kedua!" 

Tapi ternyata Bard Guardiola kembali ghaib!  Aku pun menjadi stress yang amat!

Keputusan pun dijatuhkan, kesepakatan dipersetujui. Loly Pop dihantar ke Sabah, dirawat dan diasuh intensif dan dijadikan anak angkat oleh salah seorang pegawai kepercayaan Ibnu Din Assingkiri di pejabatnya di sana.  Wang bukan masalah.  Tapi hatiku hancur, kerana harus pulang ke semenanjung membawa berita bohong pada semua orang.  Berita bahawa Loly Pop telah meninggal dunia.  Lalu kami pun membuat sebuah kuburan palsu!

Sejak itu aku berubah.  Aku jadi paranoid.  Aku menjadi pengintip suamiku  melalui jasa baik  anak buah ayahku.  Tapi Ibnu Din Assingkiri tetap bersih.  Aku tetap tidak percaya. Setiap kali suamiku pulang lewat, aku mencacinya.  Aku menuduhnya curang, menyeleweng.  Aku bahkan mengatakan padanya bahawa aku menyuruh orang untuk mengawasi setiap kegiatannya!  Ibnu Din Assingkiri sangat marah.  Lalu dimulaikan skandalnya.  Dari artis-artis muda sehingga ke model terkemuka.  Dari doktor sampai jururawatnya.

Dan aku seperti kesetanan memburu berita-berita skandal suamiku yang disondorkan lengkap dengan gambar-gambarnya oleh detektif upahan aku itu.  Aku pun lupa pada tiga anak manis yang masih perlu perhatianku.

Seharusnya aku belajar dari ayah dan ibu. Seharusnya aku dapat menjadi ibu dan isteri yang baik.  Seharusnya aku tak pernah bertemu Bard Guardiola.  Seharusnya.......

Kalau kali ini aku kena karma lagi, terus terang kukatakan tusukannya menyedarkanku.  Aku sudah terlalu jauh meninggalkan anak-anakku. Waktuku habis untuk merapi dan mencantikkan diri, mengintip suamiku dan menjenguk Loly Pop di Sabah tanpa  pengetahuan suami dan anak-anakku.

Aku fikir, ketiga anakku yang lain sudah besar maka aku pun mencurahkan kasih sayangku pada Loly Pop kerana  dia lebih memerlukan  semua kasih sayang itu. Tapi ternyata aku salah !

Ibnu Din Assingkiri  telah memutuskan agar  Hasma Maymeng  di'sekolah'kan diluar negara.  Katanya  Comic Comot bukan homo,  Hasma Maymenglah yang lesbian sejak sekolah  lagi.  Rupanya diam-diam Ibnu Din Assingkiri menyelidiki sejarah hidup gadis itu.  Menurut suamiku, Comic Comot cuma mencari perhatian.  Masih boleh disembuhkan.  Sekarang, Comot Comit berulang alik ke psikiatri  sebagai langkah pengubatan mengembalikan dirinya kembali.

Aku seperti biasa, menurut saja dengan semua keputusan suamiku.  Biar bagaimana, suamiku selalu tau langkah tepat apa yang harus diambilnya dalam menghadapi masalah.

Biarlah Loly Pop kujenguk minggu depan saja. Saat ini Comic Comot lebih memerlukan aku di sisinya.


- membersit hidung lagi -





........Bersambung