Thursday 17 November 2011

NOVEL BERSIRI : After The Rain (1)

Sebagai memeriahkan novel bersiri ini Bintang meletakkan nama-nama watak terdiri dari warga group GPMN, PBKS, PMT, PDMC.
Novel After The Rain ini hanyalah rekaan semata-mata tidak terlibat memana yang hidup, mati, pengsan atau mati idup semula. Novel bersiri ini mengandungi unsur keganasan, misteri, skandal dan pembunuhan. Kalo ada budak group bawah 18 tahun ke bawah hendaklah mohon izin ibubapa terlebih dahulu (kalo tak lappy kena tarik suis). Bagi yang sakit jantung, pastikan ubat ada di sisi anda.


Inilah watak yang menjayakan After The Rain

Comic Comot
Hasma Maymeng
Civetpopo Myc
Muhammad Rois Rinaldi
Tee no e
Zup Dompas
Ibnu Din Assingkiri
En Peter
Selendang Hitam (Rusie)
Hurul Ain
Norlie Aishiteru
Epol Liklau
PapaBurn Abm
Malhis Tompang
Loly Pop
Bard Guardiola
Nev Zippo
Sri Mawar
Eliz Mawar Putih
A Mocho Wonz Myc
Saving MyHeart
Cikgu Nik Mie
Onald Anold
Wan Nik
Sonny H. Sayangbati
Eyta Zeyta
Hisham Hamzah
Angin Retak
Adib Baharuddin
Budi Syuhandy

Hotel GPMN
Hotel PBKS

----------------------------------------------------------

Bab I


Panggil aku CC
________________________________________


Comic Comot



" Aku cinta kamu!"   Bisik Hasma Maymeng lirih di telingaku. Seharusnya aku bahagia, tapi aku kenapa terasa kosong!?


Dengan riang dicuba gelang berlian itu di tangannya.  Aku cuma meliriknya di tengah-tengah asap rokok yang mengepul dari hidung dan bibirku. Ternyata dia sama saja dengan gadis-gadis lain. Ucapan cinta cuma pada perhiasan dan wangku saja. Hmmm perempuan...


                                                                             ******


"CC!"   Civetpopo Myc abang sulungku masuk ke kamar tanpa mohon dariku terlebih dahulu. Disepitnya sebatang Marlboroku di bibirnya lalu dengan gaya machonya sambil menyempitkan matanya,  duh... kadang aku sungguh iri padanya, aku memang tidak semacho dia, tapi dengan otak cerdasku ditambah wang saku yang melimpah, aku tak kalah dalam hal kait mengait awek.


"Hasma Maymeng tu hubungan apa denganmu, dik?" 


Dia terlihat berusaha sopan, aku cuma menyembunyikan senyumku,   "Just friend!"


"Hmm.... boleh kan minta nombor handphonenya?"   Civetpopo Myc menepuk bahuku. 


"Mintalah sendiri...  Be a man, dear Bro!!"  Sahutku tenang.  Popo cuma tersenyum.  God, he is so handsome...  if only he's not my own brother.


Popo menatapku agak serius,   "CC...  abang nak tanya tapi kau jawab jujur , ya!" 


Aku tertawa gugup,     " Silakan abangku!"


"Gini CC, papa pernah tanya abang.  Sebenarnya kau tu dah punya teman lelaki atau belum.  Sepertinya papa berniat mencari jodoh kau, dik.  Sepertinya serius tau.  Kali ini...abang rasa kalau kau dah ada 'balak'nya baik saja bawak berkenalan sama keluarga. Supaya papa tidak sibuk mencari jodoh buat kau, dik!"   Civetpopo Myc  tertawa polos. 

Sungguh dia tidak tahu bagaimana perasaan aku saat ini. Tidak mungkin rasanya aku katakan pada mereka kalau Hasma Maymenglah kekasihku sekarang. Boleh pengsan popo kalau mengetahui yang  kami  sering bercumbuan, malah kadangkala lebih dari itu!  Sesungguhnya aku sendiri tak tahu mengapa harus terjerumus seperti ini. Tapi saat itu, Hasma Maymeng begitu menggoda.  Dia yang memulai setelah menerima 1 set perhiasan saat itulah dia terus membawaku ke dunia yang selama ini belum pernah kusentuh.  Tak kusangka sama sekali, Hasma Maymeng yang lembut dan bermata bening itu ternyata sangat perakus.  Ia bagaikan pusaran air yang begitu kuat sehingga aku tanpa daya tersedut di tengahnya.  sungguh, dengan gadis-gadis lainnya sebelum Hasma Maymeng, aku cuma gedik saja, berharap mama akan memerhatikan kami.  Tapi sampai saat ini mama masih terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.    Sehingga aku sangsi, jikapun mama mengekori  kami ke hotel sekalipun, belum tentu mama akan peduli!. 


Hasma Maymenglah gadis pertama yang berhasil membawaku sampai ke hubungan paling jauh.  Aku terasa ngeri... membayangkan reaksi mama kalau tahu apa yang telah terjadi denganku.


Civetpopo Myc menepuk belakangku lagi...    "Ok CC,  abang pergi dulu ya...  salam buat Hasma Maymeng!"  

Aku cuma tersenyum pahit. If only he knows. 


Muhammad Rois Rinaldi abang keduaku menyambut aku di ruang tamu.   Aku baru saja pulang, setelah menginap di hotel lima bintang  semalam bersama Hasma Maymeng. Rois menghulurkan sebuah kotak  padaku. Kotak itu tanpa nama.  Dibungkus dengan kertas sampul coklat.  Acuh tak acuh kuambil kotak  itu dan menuju ke bilikku di atas. 


Rois menahanku,    "CC, jangan di bawa ke atas, mana tau tu bom! Kotak tu tak ada nama,  agak mencurigakan!"    Rois menanggalkan jaket tebalnya sambil menyengih.  Abangku yang satu ini memang selalu ceria,  seakan tidak terpengaruh dengan keadaan keluarga kami.


Aku cuma tertawa letih.  Sampai di bilik, aku buka balutan kotak itu dengan tergesa.  Keinginan hendak mengetahuinya merayapi hatiku.  Sewaktu kertas pembungkus itu telah terlepas aku terkejut menatap benda di tanganku itu.  Kotaknya begitu kukenal.  Satu nama melintas cepat bagai kilat menyambar.  Mengapa? Mengapa?  Cuma satu kata itu yang mengiang di otakku.  Tiba-tiba saja rasa sakit menghentam kepalaku.  Sakit.  Sakitnya sungguh tak terperikan.  Tanpa sedar kotak itu terlepas dari tanganku isinya berhamburan di ranjang.  Berkilauan tertimpa sinar lampu kristal bilikku.  Mengapa Hasma Maymeng mengembalikan semua hadiah yang pernah kuberikan padanya?  Aku sungguh tidak mengerti.  Dia terlihat begitu menyukai pemberianku.  Apakah dia ingin menghentikan hubungan ini?  Tidak.  Jangan sekarang.  Jangan di saat aku begitu terlena dengan dunia baru yang ditawarkannya.


Secarik kertas warna biru menarik perhatianku. Tulisan Hasma Maymeng!  Bergegas kubaca dengan hati yang gemuruh.  Isinya ringkas  saja:


CC sayang, maaf.  Aku mengembalikan semua ini tanpa bermaksud buruk.  Sungguh beberapa hari ini aku merenungkan hubungan kita dan sampai pada satu kesimpulan.  Aku begitu mencintaimu, apa adanya.  Walau seandainya semua hadiah ini tidak pernah kuterima, kamu sungguh peribadi, yang hangat dan sensitif.   Aku mencintaimu CC, dan tak ingin berpisah walau sedetikpun denganmu.   Andai kita boleh bersama selamanya.   Andai dunia dapat menerima cinta kita, yang tulus dan suci ini. Andai....

Cintamu, Hasma Maymeng. 



Surat itu kuramas tanpa sedar,  seiring dengan rasa sakit yang terus menerkam tanpa ampun.  Apakah ini hukuman bagiku?

Hening yang mengisi ruang bilikku. Cuma hening dan dingin.
Dan aku pun menangis.