MENJAGA RINDU
pada bisik lirih, sebongkah perih terlumat,
desah kemarau memilu memamah rindu mendedah kesumat
cahya kandil yang kujaga pada bias warna yang subtil, merias cinta
... kutepis gamang, kupeluk erat di ufuk tarian sumbang
menyahut demi memaut kalut, sapaan saat angin menusuk tuai terpaan
hingar-binar jejak pirus, kucari ruas pendar yang mulai ambyar
belukar kering terbakar, baranya mengasap di ruang tak berdinding-beratap
pada tambera kuukir mantera, duli tambatan segala tamsil memuara
isak yang menyeruak jadi rintihan, melacak rindu-redam menuai imtihan
melarung manna demi memasung tamyiz dalam dekapan
pada sang Wahdah kutengadah, memohon enyahkan mafsadah
rindu yang mengental melantun pada kidung-kidung kasidah
ingat pada alwah mula asali, harum kecap dikulum
pada raudah yang kini sunyi, di tepiannya hamparan kulzum
tak lekang oleh desis nyalang, bilakah mukim di negeri sebrang?
Luka biarkan mendusta, pada irama arumba aku mendamba
Demi butir-butir pasir menghimpun ayat
Melafalkan huruf halalkan taaruf
Lalu menunduk pada benam lumpur
Mancari hati di genangannya
Bumiayu, 20 Februari 2013
MENJAGA RINDU
pada bisik lirih, sebongkah perih terlumat,
desah kemarau memilu memamah rindu mendedah kesumat
cahya kandil yang kujaga pada bias warna yang subtil, merias cinta
... kutepis gamang, kupeluk erat di ufuk tarian sumbang
menyahut demi memaut kalut, sapaan saat angin menusuk tuai terpaan
hingar-binar jejak pirus, kucari ruas pendar yang mulai ambyar
belukar kering terbakar, baranya mengasap di ruang tak berdinding-beratap
pada tambera kuukir mantera, duli tambatan segala tamsil memuara
isak yang menyeruak jadi rintihan, melacak rindu-redam menuai imtihan
melarung manna demi memasung tamyiz dalam dekapan
pada sang Wahdah kutengadah, memohon enyahkan mafsadah
rindu yang mengental melantun pada kidung-kidung kasidah
ingat pada alwah mula asali, harum kecap dikulum
pada raudah yang kini sunyi, di tepiannya hamparan kulzum
tak lekang oleh desis nyalang, bilakah mukim di negeri sebrang?
Luka biarkan mendusta, pada irama arumba aku mendamba
Demi butir-butir pasir menghimpun ayat
Melafalkan huruf halalkan taaruf
Lalu menunduk pada benam lumpur
Mancari hati di genangannya
Bumiayu, 20 Februari 2013
pada bisik lirih, sebongkah perih terlumat,
desah kemarau memilu memamah rindu mendedah kesumat
cahya kandil yang kujaga pada bias warna yang subtil, merias cinta
... kutepis gamang, kupeluk erat di ufuk tarian sumbang
menyahut demi memaut kalut, sapaan saat angin menusuk tuai terpaan
hingar-binar jejak pirus, kucari ruas pendar yang mulai ambyar
belukar kering terbakar, baranya mengasap di ruang tak berdinding-beratap
pada tambera kuukir mantera, duli tambatan segala tamsil memuara
isak yang menyeruak jadi rintihan, melacak rindu-redam menuai imtihan
melarung manna demi memasung tamyiz dalam dekapan
pada sang Wahdah kutengadah, memohon enyahkan mafsadah
rindu yang mengental melantun pada kidung-kidung kasidah
ingat pada alwah mula asali, harum kecap dikulum
pada raudah yang kini sunyi, di tepiannya hamparan kulzum
tak lekang oleh desis nyalang, bilakah mukim di negeri sebrang?
Luka biarkan mendusta, pada irama arumba aku mendamba
Demi butir-butir pasir menghimpun ayat
Melafalkan huruf halalkan taaruf
Lalu menunduk pada benam lumpur
Mancari hati di genangannya
Bumiayu, 20 Februari 2013