
 
di puncak malam
 
 setiapkali mendung bergayut di matamu
 dan hujan membasahi bumi, sebagiannya di hati
 namun kita selalu dapat berteduh
... lalu stanza rindu ini mengalir
 bersama hujan dan tembusi bebatuan
 sejauh mata, mengendap
 hingga menumpuk
 berharap tak lapuk oleh usia
 
 setiapkali embun dari nafasmu mendekap di kaca
 ingin segera kutulisi aksara yang lekat dijiwa
 agar kau tidak perlu meraguiku
 namun embun itu terlalu cepat menghilang
 bagai leleh dalam gigil malam
 manakala ujung jariku masih terpana
 dilingkar nafasmu yang mendaki
 kepuncak lebih tinggi
 
 resah ini membeku
 dibelenggu kamar batu
 pantulan sinar terhalang dinding
 menunggu usai lenguh dan ronta
 begitulah isyarat matamu
 menggoda dan merambat
 melingkar pundak
 bagai nikmat yang berjatuhan, di kegelapan
 
 Batulicin, 31 Januari 2013
 Puisi Hati Bumi 06
 Jam 22.40 WIT
di puncak malam
 
setiapkali mendung bergayut di matamu
dan hujan membasahi bumi, sebagiannya di hati
namun kita selalu dapat berteduh
... lalu stanza rindu ini mengalir
bersama hujan dan tembusi bebatuan
sejauh mata, mengendap
hingga menumpuk
berharap tak lapuk oleh usia
 
setiapkali embun dari nafasmu mendekap di kaca
ingin segera kutulisi aksara yang lekat dijiwa
agar kau tidak perlu meraguiku
namun embun itu terlalu cepat menghilang
bagai leleh dalam gigil malam
manakala ujung jariku masih terpana
dilingkar nafasmu yang mendaki
kepuncak lebih tinggi
 
resah ini membeku
dibelenggu kamar batu
pantulan sinar terhalang dinding
menunggu usai lenguh dan ronta
begitulah isyarat matamu
menggoda dan merambat
melingkar pundak
bagai nikmat yang berjatuhan, di kegelapan
 
Batulicin, 31 Januari 2013
Puisi Hati Bumi 06
Jam 22.40 WIT
setiapkali mendung bergayut di matamu
dan hujan membasahi bumi, sebagiannya di hati
namun kita selalu dapat berteduh
... lalu stanza rindu ini mengalir
bersama hujan dan tembusi bebatuan
sejauh mata, mengendap
hingga menumpuk
berharap tak lapuk oleh usia
setiapkali embun dari nafasmu mendekap di kaca
ingin segera kutulisi aksara yang lekat dijiwa
agar kau tidak perlu meraguiku
namun embun itu terlalu cepat menghilang
bagai leleh dalam gigil malam
manakala ujung jariku masih terpana
dilingkar nafasmu yang mendaki
kepuncak lebih tinggi
resah ini membeku
dibelenggu kamar batu
pantulan sinar terhalang dinding
menunggu usai lenguh dan ronta
begitulah isyarat matamu
menggoda dan merambat
melingkar pundak
bagai nikmat yang berjatuhan, di kegelapan
Batulicin, 31 Januari 2013
Puisi Hati Bumi 06
Jam 22.40 WIT
 
