PERGI MU MEMBAWA RASA KU
Pada aksara kerontang, halang jalang merambah
Menggurat nyalang diatas kerak kerak merah, tanah basah
Udara berkabut, berbuih tuba diselaksa ruang
... Sajak sajak jiwa berhamburan, terberai perih
Remuk tergilas, diatas tumpukan basah, merah tanah pusara mu
Pada sayap sayap jiwa kedukaan, gumpalan kabut berteriak perih
Menerobos relung jiwa, menikam rebah rasa yg tergoyah
Bersarang pada sudut ruang hampa, terpatri tanpa jeda
Menggerogoti dinding-dinding hati yg kian rapuh
Menghentak tajam, mencabik sisa kenyataan yg tak lagi menjadi angan
Adakah duka yang lebih
pekat lagi tuk kurengkuh
Sungguh semua ini sepertinya tak pernah adil, pergimu tak hanya menyisakan lara
Namun jua membawa semua rasa yg ada, ke dalam timbunan basah tanah merah pusara mu
Lintas tangis itu kian mengendap, mengerang disudut senja ini
Melukis dinding-dinding kusam tanpa
ritme, hingga gumpalan lara ini
kian mengeras cacat
Meninggalkan jejak hitam yg kian membatu dibilik jiwa
PERGI MU MEMBAWA RASA KU
Pada aksara kerontang, halang jalang merambah
Menggurat nyalang diatas kerak kerak merah, tanah basah
Udara berkabut, berbuih tuba diselaksa ruang
... Sajak sajak jiwa berhamburan, terberai perih
Remuk tergilas, diatas tumpukan basah, merah tanah pusara mu
Pada sayap sayap jiwa kedukaan, gumpalan kabut berteriak perih
Menerobos relung jiwa, menikam rebah rasa yg tergoyah
Bersarang pada sudut ruang hampa, terpatri tanpa jeda
Menggerogoti dinding-dinding hati yg kian rapuh
Menghentak tajam, mencabik sisa kenyataan yg tak lagi menjadi angan
Adakah duka yang lebih
pekat lagi tuk kurengkuh
Sungguh semua ini sepertinya tak pernah adil, pergimu tak hanya menyisakan lara
Namun jua membawa semua rasa yg ada, ke dalam timbunan basah tanah merah pusara mu
Lintas tangis itu kian mengendap, mengerang disudut senja ini
Melukis dinding-dinding kusam tanpa
ritme, hingga gumpalan lara ini
kian mengeras cacat
Meninggalkan jejak hitam yg kian membatu dibilik jiwa
Pada aksara kerontang, halang jalang merambah
Menggurat nyalang diatas kerak kerak merah, tanah basah
Udara berkabut, berbuih tuba diselaksa ruang
... Sajak sajak jiwa berhamburan, terberai perih
Remuk tergilas, diatas tumpukan basah, merah tanah pusara mu
Pada sayap sayap jiwa kedukaan, gumpalan kabut berteriak perih
Menerobos relung jiwa, menikam rebah rasa yg tergoyah
Bersarang pada sudut ruang hampa, terpatri tanpa jeda
Menggerogoti dinding-dinding hati yg kian rapuh
Menghentak tajam, mencabik sisa kenyataan yg tak lagi menjadi angan
Adakah duka yang lebih
pekat lagi tuk kurengkuh
Sungguh semua ini sepertinya tak pernah adil, pergimu tak hanya menyisakan lara
Namun jua membawa semua rasa yg ada, ke dalam timbunan basah tanah merah pusara mu
Lintas tangis itu kian mengendap, mengerang disudut senja ini
Melukis dinding-dinding kusam tanpa
ritme, hingga gumpalan lara ini
kian mengeras cacat
Meninggalkan jejak hitam yg kian membatu dibilik jiwa